Ahad, 11 Oktober 2009

Kepemimpinan Menurut Islam 1

KURSUS JPP IPGM ZON SABAH 2009
28/9/2009 – 1/10/2009 / KEM BTN KUNDASANG SABAH

TAZKIROH :
Ustaz Misri Hj Bohari/ Ketua Unit Kerohanian HEP IPGM Kampus Keningau


Dalil Naqli

Firman Allah SWT yang bermaksud :
Allah SWT menegaskan perkara ini menerusi ayat 72 surah al-Ahzab yang bermaksud : "Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah(tugas atau urusan keagamaan) kepada langit, bumi dan gunung-ganang, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khuatir akan mengkhianatinya, akhirnya ia dipikul oleh (makhluk yang bernama) manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim lagi amat bodoh."


Hadis 1 - Sabda Rasulullah SAW :
Dalam satu hadis daripada Abu Hurairah, baginda Rasulullah s.a.w bersabda : "Jika amanah (urusan dan tugas keagamaan itu) hilang (kerana tidak dilaksanakan), maka tunggulah akan berlakunya kiamat, salah seorang sahabat bertanya - Bagaimana amanah itu boleh hilang (kerana tidak dilaksanakan)? Rasulullah menegaskan: "Apabila sesuatu urusan itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah akan berlakunya kiamat." Hadis riwayat Imam Bukhari dengan sanad yang sohih

Hadis 2 - Sabda Rasulullah SAW :
Rasulullah ada menegaskan dalam satu hadisnya yang bermaksud daripada Abu Said dan Abu Hurairah : "Apabila tiga orang keluar bermusafir, maka hendaklah mereka memilih salah seorang menjadi ketua (pemimpin)." Hadis riwayat Abu Daud dengan sanadnya yang Hasan.

Hadis 3 - Sabda Rasulullah SAW :
Rasulullah bersabda dalam sunnahnya: “Semua kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap nasib yang dipimpinnya. Amir adalah pemimpin rakyat, dan bertanggungjawab terhadap keselamatan mereka”. (al-hadits)

Pemimpin dalam Islam adalah sebagai penggerak utama bagi orang-orang yang dipimpinnya. Dia bukanlah dilayani, sebagaimana yang dapat kita saksikan pada sejumlah pemimpin saat ini di mana dia minta dilayani. Pemimpin seharusnya melayani yang dipimpinnya.
Memimpin sebuah organisasi atau negara tentulah berbeza dengan memimpin sebuah perniagaan, baik dari segi kapasiti kemampuan yang diperlukan mahupun tanggungjawab yang dipikulnya.

Bermodalkan kemampuan ‘management’ sudah cukup untuk memimpin sebuah perniagaan. Tetapi untuk memimpin sebuah negara, sungguh tidaklah cukup hanya dengan modal kemampuan pengurusan semata-mata. Sebab memimpin sebuah bangsa bukan hanya membangun jalan, jambatan atau gedung. Tetapi lebih dari itu iaitu membangun manusia.

Kesalahan pengurusan perniagaan paling-paling resikonya mengalami kerugian harta benda. Dalam hal ini pemimpin perusahaan boleh berpindah, bergabung dengan perusahaan lain atau mencari pelabur lain untuk meneruskan perniagaan baru.

Sangat berbeza dengan memimpin sebuah bangsa. Kesalahan dalam mengelolanya akan mengakibatkan kerosakan Meneyeluruh. Bukan hanya berkait kerugian material dan beban hutang yang tidak terselesai. Kerosakan aqidah dan moral bangsa mererosakkan budaya bangsa, yang akan terus diwariskan dari generasi ke generasi. Memperbaikinya tidak cukup satu dua tahun, bahkan mungkin tidak cukup satu generasi. Andai kerugian yang ditimbulkannya hanya menyangkut urusan dunia, barangkali masih bisa dimaklumi. Tetapi ini menyangkut kerugian dunia dan akhirat. Kerana ianya tidak dapat diganti dengan wang berapapun banyaknya.

Kepemimpinan dalam Islam dipandang sebagai amanah. Seorang pemimpin bangsa hakikatnya ia memegang amanah Allah sekaligus amanah masyarakat. Amanah itu mengandungi tanggungjawab mengelola dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan harapan dan dan keperluan pemiliknya. Kerananya kepemimpinan bukanlah hak milik yang boleh dinikmati dengan cara sesuka hati orang yang memegangnya.

Ciri-ciri Pemimpin Menurut Islam

1) Setia terhadap Allah SWT.

2) Membawa misi Islam yang global / menyeluruh, rahmat bagi seluruh alam.

3) Mengikuti apa yang diajarkan Islam, antara lain beradab islami.

4) Melaksanakan tanggungjawabnya terhadap Allah, berbuat baik kepada yang dipimpinnya, sebagaimana yang difirmankanNya dalam Surah al-Maidah ayat 8 : yang artinya: “Orang-orang yang Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, nescaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’aruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan kepada Allahlah kembali segala urusan.”





Asas Kepimpinan Menurut Islam

1) Syura : merupakan prinsip pertama dalam kepemimpinan Islam. Para pemimpin Islam wajib melaksanakan syura dengan orang yang dapat memberikan pandangan atau pemikiran yang baik / bermanfaat, sebagaimana difirmankanNya dalam Surah as-Syura ayat 38 yang artinya, ”Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka dan mereka menafkahkan sebahagian daripada rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”

Pelaksanaan syura ini menjadi asas dalam melaksanakan keputusan.
Pemimpin sudah tentu tidak harus melaksanakan syura dalam semua hal, tetapi dia harus melaksanakan keputusan yang dibuat berdasarkan musyawarah.Dia hendaklah mengelakkan diri dari bermain dengan kata-kata yang menonjolkan pendapatnya atau mengubah keputusan yang diputuskan oleh syura.

2) Adil : Pemimpin hendaklah berlaku adil dalam menjalankan tugasnya tanpa melihat kepada suku, warna kulit ataupun agama. Sifat-sifat buruk seperti dendam, hasad dan sebagainya bukan menjadi sifat pemimpin Islam. Keadilan dan memberikan hak kepada orang lain tetap ditegakkan, meskipun terhadap orang yang dibenci.

Allah berfirman dalam surah al-Maidah ayat 8 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekalikali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Dalam Islam kebenaran dan keadilan adalah dua perkara yang harus diberikan penekanan, dan tidak boleh bertolak ansur dengannya. Mereka yang mengabaikan atau tidak mementingkan keadilan dan kebenaran, dapat dianggap sebagai pendusta agama. Allah swt berfirman dalam surah an-Niisa ayat 13 tentang penting menegakkan keadilan, yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu
bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan”


3) Bebas Menyampaikan Pendapat
Pemimpin Islam perlu menyediakan kesempatan menerima pandangan dan ide membangun dari mereka yang dipimpinnya. Dia memberikan peluang mereka yang dipimpinnya menyampaikan pandangan / pendapat / argumentasi secara bebas dan menjawab segala persoalan yang ditanyakan. Kedudukan sebagai seorang pemimpin bukan menjadi halangan untuk menjelaskan kebenaran. Tegasnya, kepimpinan Islam bukanlah satu bentuk kepimpinan yang zalim. Islam mewajibkan seseorang pemimpin mesti bersikap adil, berunding dan senantiasa hormat menghormati antara pemimpin dan yang dipimpin. Seseorang pemimpin bertanggungjawab bukan saja kepada yang dipimpinnya, tetapi yang lebih berat ialah tanggungjawab dihadapan Allah swt.
Tugas Utama Seorang Pemimpin Menurut Islam

Islam memandang tugas kepemimpinan dalam 2 tugas utama, iaitu menegakkan agama dan mengurus urusan dunia. Sebagaimana tercermin dalam do’a yang selalu dimunajatkan oleh setiap muslim: “Rabbanaa atinaa fid-dunyaa hasanah, wa fil-akhiroti hasanah” (Yaa Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat)

Ada dua tugas kepemimpinan.

Pertama - Menjaga Agama

Seorang kepala negara memiliki tugas dan tanggungjawab untuk menegakkan agar syariat Allah dapat dilaksanakan oleh segenap kaum muslimin. Seorang kepala negara tidak boleh menyerahkan urusan agama kaum muslimin kepada pribadi masing-masing. Yang suka silakan mengerjakan dan yang tidak suka silakan meninggalkan. Kepala negara bertanggung jawab agar kaum muslimin dapat melaksanakan ajaran Islam dengan benar.

Dalam hal ibadah shalat misalnya, pernah suatu hari Rasulullah bersabda dihadapan para sahabat beliau: “Seandainya ada yang menggantikan aku untuk memimpin shalat berjama’ah, maka aku akan mendatangi rumah-rumah kaum muslimin. Siapa diantara kaum laki-laki yang tidak datang menunaikan shalat berjamaah, maka aku akan membakar rumahnya”.

Kejadian serupa juga terjadi di zaman khalifah Umar Bin Khatab hampir saja mengirimkan pasukan perang ke suatu wilayah dibawah pemerintahn Islam di mana penduduknya tidak mahu melaksanakan kewajiban zakat yang telah digariskan oleh Allah SWT.

Contoh diatas memberikan gambaran bahwa seorang kepala negara tidak sekedar mengajak kaum muslimin menjalankan perintah agamanya, tetapi juga sekaligus menegakkannya. Menegakkan agama berarti memberikan fascilities, mendorong, mengawal dan memberikan panduan agar perintah agama dapat dilaksanakan oleh pemeluknya dengan sebaik-baiknya.

Kedua - Mengatur Urusan Dunia.

Dalam tugasnya mengatur urusan dunia, pemimpin bangsa bertanggungjawab untuk memaksimumkan sumber-sumber daya yang dimiliki oleh negara, baik berupa alam, manusia, dana mahupun teknologi untuk sebesar-besarnya menciptakan keadilan, keamanan, kedamaian, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat luas. Pemimpin juga bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan bagi orang-orang yang lemah agar mereka tetap dapat menikmati kehidupan sebagai seorang manusia secara wajar.

Pemimpin tidak boleh membiarkan yang kuat memonopoli aset-aset negara dan yang lemah tertindas. Pemimpin juga tidak boleh berkhianat, dengan mengekploitasi sumber-sumber kekayaan hanya untuk kepentingan pribadi, keluarga mahupun kelompoknya.

Dua tugas ini adalah ini tidak ringan. Orang yang faham tidak akan sanggup memikulnya, kecuali bagi orang orang yang memiliki rasa tanggungjawab besar untuk menyelematkan bangsa ini dari kerugian yang amat besar; yaitu kerugian dunia dan kerugian akhirat.
Pendapat Ulama’ Islam Mengenai Kepimpinan

Mengingat besarnya tugas dan tanggungjawan pemimpin sebuah bangsa, iaitu menjaga agama dan mengatur urusan dunia, maka ulama-ulama Islam memiliki kriteria tersendiri bagi seorang yang akan digelar pemimpin negara.

Pendapat Pertama : Abu Hasan Al-Mawardi dalam kitab al-Ahkam as-Sulthaniyah menetapkan tujuh syarat bagi seorang Ketua Negara, iaitu:

1) Keadilan yang meliputi segala hal
2) Ilmu pengetahuan sampai pada tingkat sanggup berijtihad
3) Kesejahteraan indera pendengaran, penglihatan dan lisan
4) Kesejahteraan anggota badan
5) Kecerdasan sampai pada tingkat sanggup memimpin rakyat dan mengurus kesejahteraan
mereka
6) Keberanian dan ketabahan sampai pada tingkat sanggup mempertahankan kehormatan dan
berjihad melawan musuh
7) Berbangsa dan berdarah Qurays.

Pendapat Kedua : Ibnu Khuldun dalam Kitab Muqaddimah nya pula menetapkan empat syarat, antara lain:

1) Ilmu Pengetahuan sampai pada tingkat mampu berijtihad
2) Keadilan, kerana keadilan menjadi syarat bagi segala macam jabatan
3) Kesanggupan, iaitu berani menjalankan had dan menghadapi peperangan serta mengerahkan
rakyat untuk berperang, mengetahui hal ehwal diplomasi dan cakap bersiasat
4) Kesejahteraan pancaindera dan anggota badan.

Pendapat Ketiga : Abdul Kadir Audah pula mencatat lapan syarat antara lain:

1) Islam
2) Lelaki
3) Taklif
4) Berilmu
5) Keadilan
6) Berkeemampuan
7) Kesihatan

http ://misrihjbohari.blogspot.com

0 ulasan:

Catat Ulasan

 

Blogroll

Anda Pengunjung ke

View My Stats

Site Info

Text

Misri Hj Bohari Blog Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template